Pada hari Kamis, 9 February 2017 insan jurnalistik Indonesia memperingati Hari Pers Nasional. Puncak peringatan hari pers di Kota Ambon ini dihadiri oleh Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana, dan Panglima TNI, Kapolri, sejumlah menteri kabinet kerja, 15 duta besar serta pemilik perusahaan media Indonesia dan luar negeri.
Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Margiono mengatakan sejalan dengan perjalanan waktu, pers nasional diharapkan mampu mewujudkan sosok wartawan yang kompeten, profesional, berwawasan dan beretika.
Menurutnya, wartawan sebagai ujung tombak tata kelola pemberitaan dalam idealisme dan bisnis pers, dituntut tidak sekedar mencari referensi, tetapi harus mampu memperbaiki diri sebagai referensi kinerja tercepat berkesinambungan, akurat dan lengkap. Sebagai referensi, pers harus tergugah menjadi pandu di tengah derasnya arus informasi.
“Semua itu bukan hanya urusan wartawan secara pribadi, tetapi juga menjadi urusan yang sinergis antara Dewan Pers, organisasi perusahaan pers, organisasi wartawan, negara serta sikap profesionalisme wartawan,” katanya dilansir Antara.
Dalam kesempatan ini Margiono menggarisbawahi tiga hal sehubungan dengan perkembangan dunia pers belakangan ini.
Pertama, dominannya sisi bisnis di perusahaan media ketimbang menjadi sarana advokasi, edukasi, dan pilar keempat demokrasi. Sekarang ini media lebih menekankan sisi ekonomi dibandingkan membawa kepentingan publik.
Kedua, masih banyak pers yang melanggar etika dan Undang-undang Pers. Hal ini terkait dengan pemberitaan yang tidak berimbang dan menerima imbalan dari narasumber. Ketiga, sekarang banyak pemilik media juga menjadi ketua umum parpol, meskipun tidak ada larangan atau aturan yang dilanggar dalam UU Pers.
Jaringan Antihoax
Terkait dengan fenomena berita hoax, Margiono menjelaskan PWI telah membentuk wartawan jaringan antihoax yang disingkat Jawah (dalam bahasa Jawa berarti hujan).
“Jaringan wartawan antihoax ini nantinya akan membuat sel-sel hingga ke daerah untuk memerangi informasi hoax dengan berita-berita yang benar dan sesuai fakta,” katanya dari laman merahputih.com. “Sudah saatnya media mainstream bertindak dalam menangkal dan mengantisipasi berita hoax itu”.
Ketua Dewan Pers, Yoseph Adi Prasetyo menambahkan kebenaran fakta saat ini bisa saja tertutup oleh berita-berita hoax yang bermunculan. Hoax bukan saja memuat kebohongan tapi kadang berisi fitnah dan memecah belah masyarakat.
“Masyarakat jadi bingung untuk membedakan mana berita benar dan mana yang salah. Sosial media menjadi arena untuk menjelek-jelekan orang dan sarat kepentingan politik. Untuk itu masyarakat pers harus melawan dengan azas profesionalitas mengikatkan diri dengan nilai-nilai moral dan etika profesi,” katanya.
Dewan Pers juga mendorong program verifikasi perusahaan media yang bekerjasama dengan Serikat Pekerja Penerbit Surat Kabar (SPS) untuk melakukan verikasi perusahaan pers sesuai dengan Piagam Palembang tanggal 9 Februari 2010.
“Paling tidak perusahaan pers harus meratifikasi empat peraturan Dewan Pers, yakni Kode Etik Jurnalistik, Standar Perusahaan Pers, Standar Perlindungan Profesi Wartawan dan Standar Kompetensi Wartawan,” tutup Adi.