Wisatawan mancanegara yang ingin berkunjung ke Amerika Serikat kini
diminta untuk mencantumkan eksistensi mereka di dunia maya atau media
sosial, seperti akun Facebook, Instagram atau YouTube.
Kebijakan itu berlaku untuk 38 negara yang saat ini sudah tergabung dalam program bebas visa (visa waiver) dengan AS. Negara tersebut memang sudah bebas visa AS, tetapi warga negaranya wajib mengisi formulir online untuk mendapatkan izin tinggal selama 90 hari.
Usulan ini pertama kali dikemukakan oleh U.S. Customs and Border Protection (CBP) pada Juni 2016 lalu.
Formulir dalam Electronic System for Travel Authorization (ESTA) kini telah ditambah dengan kolom akun media sosial. Namun kategorinya masih opsional atau tidak wajib mengisinya.
Menanggapi hal itu, sejumlah kelompok hak asasi kemanusiaan dan penggiat provasi dan keamanan mengkhawatirkan kebijakan ini.
“Tidak jelas bagaimana username akun medsos dikumpulkan, dijaga, dan diserahkan ke agensi lain, tidak ada panduan juga tentang batasan pemerintah seberapa jauh mereka bisa menggunakan informasi itu,” kata Michael W. Macleod-Ball dari American Civil Liberties Union (ACLU) dikutip dari Digital Trends.
Pihak imigrasi AS sendiri berdalih kebijakan itu dibuat untuk membantu mengidentifikasi potensi ancaman. Namun, ACLU khawatir hal ini justru akan membuat wisatawan dari negara Timur Tengah akan diperiksa lebih ketat lagi.
Pilihan menyerahkan data akun media sosial itu memang masih bersifat opsional, namun pemohon visa biasanya akan melengkapi formulir selengkap mungkin. Agar pemohon Visa tidak ditanya macam-macam oleh petugas. Apalagi proses pengajuan Visa ke AS tergolong sulit dan membingungkan.
Kebijakan itu berlaku untuk 38 negara yang saat ini sudah tergabung dalam program bebas visa (visa waiver) dengan AS. Negara tersebut memang sudah bebas visa AS, tetapi warga negaranya wajib mengisi formulir online untuk mendapatkan izin tinggal selama 90 hari.
Usulan ini pertama kali dikemukakan oleh U.S. Customs and Border Protection (CBP) pada Juni 2016 lalu.
Formulir dalam Electronic System for Travel Authorization (ESTA) kini telah ditambah dengan kolom akun media sosial. Namun kategorinya masih opsional atau tidak wajib mengisinya.
Menanggapi hal itu, sejumlah kelompok hak asasi kemanusiaan dan penggiat provasi dan keamanan mengkhawatirkan kebijakan ini.
“Tidak jelas bagaimana username akun medsos dikumpulkan, dijaga, dan diserahkan ke agensi lain, tidak ada panduan juga tentang batasan pemerintah seberapa jauh mereka bisa menggunakan informasi itu,” kata Michael W. Macleod-Ball dari American Civil Liberties Union (ACLU) dikutip dari Digital Trends.
Pihak imigrasi AS sendiri berdalih kebijakan itu dibuat untuk membantu mengidentifikasi potensi ancaman. Namun, ACLU khawatir hal ini justru akan membuat wisatawan dari negara Timur Tengah akan diperiksa lebih ketat lagi.
Pilihan menyerahkan data akun media sosial itu memang masih bersifat opsional, namun pemohon visa biasanya akan melengkapi formulir selengkap mungkin. Agar pemohon Visa tidak ditanya macam-macam oleh petugas. Apalagi proses pengajuan Visa ke AS tergolong sulit dan membingungkan.