Pada hari Senin, (22/8/2016), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan (BPJSTK) bekerjasama dengan PT BPD Sulteng meresmikan
fasilitas penyaluran dana bantuan perlindungan jaminan sosial kepada
3.000 pekerja rentan yang berprofesi sebagai nelayan, petani, dan tenaga
kebersihan di Kota Palu dan sekitarnya.
Di wilayah Palu, terdapat sekitar 1,33 juta pekerja, di mana hanya 52.500 pekerja yang sudah terdaftar dan didominasi oleh pekerja Penerima Upah (PU). Padahal di Palu memiliki pekerja bukan penerima upah (BPU) hingga 690.000 orang.
Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola mengatakan, untuk meningkatkan jumlah peserta BPU khususnya di sektor informal yang mendapatkan jaminan sosial, pemerintah daerah menghimbau dan mendorong perusahaan di Sulawesi Tengah untuk terlibat dalam program jaminan sosial yang dilaksanakan BPJSTK.
Hal senada diungkapkan oleh Direkur Utama BPJSTK Agus Susanto. Bahwa pihaknya mendorong pemanfaatan dana corporate social responsibility (CSR) perusahaan untuk memacu jumlah peserta bukan penerima upah yang ditargetkan mencapai 1,3 juta orang hingga akhir tahun 2016 ini.
“Sampai Juli 2016 jumlah peserta bukan penerima upah (BPU) baru mencapai 400.000 orang. Memang masih cukup jauh realisasinya dari target. Oleh sebab itu, kami menyiapkan sejumlah strategi salah satunya menjalin kerja sama dengan perusahaan mitra,” ujarnya.
Menurut dia, kerja sama dilakukan dengan menggalang dana tanggung jawab sosial atau CSR dari perusahaan. Dana itu akan digunakan untuk pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) yang difokuskan kepada BPU di sektor informal.
“Minat dari perusahaan yang menjadi mitra kami cukup tinggi, karena program ini dilakukan secara transparan, akuntabel, dan tepat sasaran. Guna memudahkan pengawasan, BPJSTK tengah menyiapkan sistem berbasis online yang akan menyediakan informasi terkait dengan data kepesertaan,” ungkap Agus.
Dari peserta BPU yang melakukan pendaftaran secara mandiri, jelas dia, sebagian besar berasal dari sektor formal. Sedangkan kontribusi dari pekerja sektor informal, seperti petani dan nelayan masih sangat rendah.
Dia berharap melalui kerja sama dengan perusahaan mitra, pekerja sektor informal atau pekerja rentan bisa mendapatkan dukungan jaminan sosial berupa JKK dan JKm. “Kami akan melakukan sosialisasi ke perusahaan-perusahaan yang sudah jadi mitra terlebih dahulu. Harapan kami langkah ini bisa diikuti oleh perusahaan lainnya,” kata Agus.
Dia mengakui bahwa tingkat kesadaran para pekerja informal untuk mendaftar kepesertaan secara mandiri masih rendah. Meskipun besaran iuran yang ditetapkan senilai Rp16.800 per bulan.
“Kemampuan finansial yang terbatas juga menjadi kendala. Mereka lebih mengutamakan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari daripada membayar iuran jaminan sosial,” ujarnya.
Dia berharap melalui dukungan perusahaan donatur tingkat kesadaran para pekerja BPU sektor informal terhadap pentingnya mengikuti jaminan sosial semakin meningkat.
Di wilayah Palu, terdapat sekitar 1,33 juta pekerja, di mana hanya 52.500 pekerja yang sudah terdaftar dan didominasi oleh pekerja Penerima Upah (PU). Padahal di Palu memiliki pekerja bukan penerima upah (BPU) hingga 690.000 orang.
Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola mengatakan, untuk meningkatkan jumlah peserta BPU khususnya di sektor informal yang mendapatkan jaminan sosial, pemerintah daerah menghimbau dan mendorong perusahaan di Sulawesi Tengah untuk terlibat dalam program jaminan sosial yang dilaksanakan BPJSTK.
Hal senada diungkapkan oleh Direkur Utama BPJSTK Agus Susanto. Bahwa pihaknya mendorong pemanfaatan dana corporate social responsibility (CSR) perusahaan untuk memacu jumlah peserta bukan penerima upah yang ditargetkan mencapai 1,3 juta orang hingga akhir tahun 2016 ini.
“Sampai Juli 2016 jumlah peserta bukan penerima upah (BPU) baru mencapai 400.000 orang. Memang masih cukup jauh realisasinya dari target. Oleh sebab itu, kami menyiapkan sejumlah strategi salah satunya menjalin kerja sama dengan perusahaan mitra,” ujarnya.
Menurut dia, kerja sama dilakukan dengan menggalang dana tanggung jawab sosial atau CSR dari perusahaan. Dana itu akan digunakan untuk pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) yang difokuskan kepada BPU di sektor informal.
“Minat dari perusahaan yang menjadi mitra kami cukup tinggi, karena program ini dilakukan secara transparan, akuntabel, dan tepat sasaran. Guna memudahkan pengawasan, BPJSTK tengah menyiapkan sistem berbasis online yang akan menyediakan informasi terkait dengan data kepesertaan,” ungkap Agus.
Dari peserta BPU yang melakukan pendaftaran secara mandiri, jelas dia, sebagian besar berasal dari sektor formal. Sedangkan kontribusi dari pekerja sektor informal, seperti petani dan nelayan masih sangat rendah.
Dia berharap melalui kerja sama dengan perusahaan mitra, pekerja sektor informal atau pekerja rentan bisa mendapatkan dukungan jaminan sosial berupa JKK dan JKm. “Kami akan melakukan sosialisasi ke perusahaan-perusahaan yang sudah jadi mitra terlebih dahulu. Harapan kami langkah ini bisa diikuti oleh perusahaan lainnya,” kata Agus.
Dia mengakui bahwa tingkat kesadaran para pekerja informal untuk mendaftar kepesertaan secara mandiri masih rendah. Meskipun besaran iuran yang ditetapkan senilai Rp16.800 per bulan.
“Kemampuan finansial yang terbatas juga menjadi kendala. Mereka lebih mengutamakan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari daripada membayar iuran jaminan sosial,” ujarnya.
Dia berharap melalui dukungan perusahaan donatur tingkat kesadaran para pekerja BPU sektor informal terhadap pentingnya mengikuti jaminan sosial semakin meningkat.