HASIL survei Nielsen Advertising Information Service yang dirilis Nielsen Indonesia, sepanjang semester I/2015, total nilai belanja iklan meningkat 4% dari tahun lalu menjadi Rp57,1 triliun.
Jika dilihat per kuartal, setelah di kuartal I/2015 minus 1%, belanja
iklan pada kuartal II/2015 tumbuh 6% dari Rp25,4 triliun menjadi Rp31,7
triliun.
Direktur Media Nielsen Indonesia Hellen Katherina
menyatakan
kendati meningkat, sebenarnya pertumbuhan belanja iklan ini merupakan yang
terendah.
“Dibandingkan tahun 2014, terjadi penurunan belanja
iklan yang signifikan pada kuartal pertama dari 12% menjadi 6%. Penurunan ini
karena berkurangnya iklan politik yang tahun lalu menjadi pendorong utama
pertumbuhan belanja iklan,” katanya, dalam keterangan tertulisnya baru-baru ini.
Informasi tentang belanja iklan ini dikumpulkan dari
data Advertising Information Sevices yang memonitor aktivitas periklanan di
Indonesia, yakni sebanyak 14
stasiun TV nasional dan jaringan, 101 surat kabar, serta 133 majalah dan
tabloid.
Adapun, angka tersebut berdasarkan pada rate card gross tanpa memperhitungkan diskon, promo dan lainnya
yang diberikan kepada pengiklan.
PORSI IKLAN
Dari total belanja iklan pada semester I/2015, jatah iklan paling banyak didapat oleh
media televisi sekitar Rp41,03 triliun atau 71,7%. Pertumbuhan ini meningkat 9%
dibandingkan dengan tahun 2014.
Ditinjau dari persentasenya, pertumbuhan belanja
iklan pada televisi tersebut justru menunjukkan perlambatan. Terlihat pada semester I/2012, iklan
TV masih tumbuh 24% dan pada semester I/2013 mampu tumbuh 30%. Mulai 2014,
pertumbuhannya melambat menjadi 17%.
Pengiklan terbesar di televisi adalah rokok kretek
dengan total nilai lebih dari Rp2,2 miliar. Belanja iklan rokok menguasai pangsa
tertinggi sebesar 49%. Pertumbuhan terbesar kedua berasal dari kategori layanan
jasa online (43%), diikuti kategori produk susu (33%).
Untuk media cetak, baik koran dan majalah ataupun tabloid,
belanja iklan yang diterima sepanjang periode Januari-Juni 2015 hanya 28,2% atau
sekitar Rp16,12 triliun. Kue iklan yang didapat tahun 2015 merosot 8% dibandingkan dengan
2014. Pada tahun lalu, media cetak masih meraup porsi iklan sebesar Rp17,4 triliun.
Menurut
Hellen,
media
cetak mulai ditinggalkan para pengiklan sejak tahun 2012. Kondisi ini terus berlanjut
hingga 2015.
“Walaupun menurun 8%, belum tentu media cetak benar-benar drop karena masih banyak perusahaan yang tadinya format
cetak pindah ke format e-newspaper, yang mana iklannya belum masuk dalam
pengukuran kami,” ucapnya.