WORLD Press Freedom Day (WPFD) atau Hari Kebebasan Pers Sedunia 2015
kembali diperingati pada 3 Mei 2015. Peringatan ini adalah momentum bagi
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, bersama organisasi
jurnalis di seluruh dunia mengingat kembali pentingnya memperjuangkan
dan mempertahankan kebebasan pers.
Tema WPFD tahun 2015 adalah Let Journalism Thrive! Towards Better Reporting, Gender Equality, & Media Safety in the Digital Age. Peringatan WPFD dipusatkan di Riga, Latvia, selama tangal 2-4 Mei 2015.
Peringatan ini juga menuntut diselesaikannya berbagai kasus kekerasan pada jurnalis yang beberapa di antaranya berujung pada kematian.
Suwarjono, Ketua AJI Indonesia menyatakan, tema WPFD tahun ini cocok dengan peristiwa yang terjadi di Indonesia. Pihaknya, kata dia, memantau kasus kekerasan terhadap jurnalis Indonesia dalam setahun terakhir di antaranya larangan meliput dan perampasan alat kerja. Bahkan penegak hukum tega menganiaya wartawan yang tengah bertugas meliput.
“Dan semua kasus kekerasan atas jurnalis yang dilakukan polisi tidak pernah diselesaikan sampai ke jalur hukum,” katanya dalam pernyataan tertulis, kemarin (3/5/2015).
AJI mencatat pelaku kekerasan terbanyak adalah orang tak dikenal (6 kasus). Berikutnya, petugas satuan pengamanan atau keamanan (4 kasus), massa (4 kasus), dan sisanya bermacam profesi lain.
Selain kasus kekerasan, AJI juga memantau kasus penetapan tersangka Pemimpin Redaksi The Jakarta Post Meidyatama Suryodiningrat pada Desember 2014, terkait penayangan karikatur nabi yang sedianya telah ditangani Dewan Pers. Namun status tersangka itu, hingga kini belum pernah dicabut polisi.
Perlakuan buruk dari Polisi juga menimpa jurnalis Tribun Lampung, Ridwan Hardianyah. Ridwan, yang juga Sekretaris AJI Bandar Lampung, tiba-tiba rumahnya digeledah pada 4 Maret lalu. Belakangan, diketahui, polisi salah orang.
AJI pun mencatat rapor merah kepada polisi dalam menangani kasus pembunuhan terhadap jurnalis sejak 1996 yang hingga kini belum diusut tuntas. Berkas penyidikan kematian wartawan Bernas, Muhammad Fuad Syafrudin alias Udin, telanjur kedaluwarsa sejak Agustus 2014.
“Data itu menandakan polisi gagal mereformasi diri sebagai pelayan dan pengayom publik,” ujar Suwarjono.
Dia menambahkan kebebasan pers adalah kebebasan Anda semua. “Mari kita rayakan kebebasan kita,” tutupnya.
Sebagai informasi, WPFD diproklamasikan oleh Majelis Umum PBB tahun 1993, menyusul adanya rekomendasi soal ini diadopsi dalam Sidang ke-26 Konferensi Umum UNESCO pada tahun 1991.
Rekomendasi dan sidang ini sebagai respon atas seruan wartawan Afrika yang tahun 1991 menghasilkan Deklarasi Windhoek, yang memuat soal prinsip-prinsip pluralisme dan kemandirian media.
Tema WPFD tahun 2015 adalah Let Journalism Thrive! Towards Better Reporting, Gender Equality, & Media Safety in the Digital Age. Peringatan WPFD dipusatkan di Riga, Latvia, selama tangal 2-4 Mei 2015.
Peringatan ini juga menuntut diselesaikannya berbagai kasus kekerasan pada jurnalis yang beberapa di antaranya berujung pada kematian.
Suwarjono, Ketua AJI Indonesia menyatakan, tema WPFD tahun ini cocok dengan peristiwa yang terjadi di Indonesia. Pihaknya, kata dia, memantau kasus kekerasan terhadap jurnalis Indonesia dalam setahun terakhir di antaranya larangan meliput dan perampasan alat kerja. Bahkan penegak hukum tega menganiaya wartawan yang tengah bertugas meliput.
“Dan semua kasus kekerasan atas jurnalis yang dilakukan polisi tidak pernah diselesaikan sampai ke jalur hukum,” katanya dalam pernyataan tertulis, kemarin (3/5/2015).
AJI mencatat pelaku kekerasan terbanyak adalah orang tak dikenal (6 kasus). Berikutnya, petugas satuan pengamanan atau keamanan (4 kasus), massa (4 kasus), dan sisanya bermacam profesi lain.
Selain kasus kekerasan, AJI juga memantau kasus penetapan tersangka Pemimpin Redaksi The Jakarta Post Meidyatama Suryodiningrat pada Desember 2014, terkait penayangan karikatur nabi yang sedianya telah ditangani Dewan Pers. Namun status tersangka itu, hingga kini belum pernah dicabut polisi.
Perlakuan buruk dari Polisi juga menimpa jurnalis Tribun Lampung, Ridwan Hardianyah. Ridwan, yang juga Sekretaris AJI Bandar Lampung, tiba-tiba rumahnya digeledah pada 4 Maret lalu. Belakangan, diketahui, polisi salah orang.
AJI pun mencatat rapor merah kepada polisi dalam menangani kasus pembunuhan terhadap jurnalis sejak 1996 yang hingga kini belum diusut tuntas. Berkas penyidikan kematian wartawan Bernas, Muhammad Fuad Syafrudin alias Udin, telanjur kedaluwarsa sejak Agustus 2014.
“Data itu menandakan polisi gagal mereformasi diri sebagai pelayan dan pengayom publik,” ujar Suwarjono.
Dia menambahkan kebebasan pers adalah kebebasan Anda semua. “Mari kita rayakan kebebasan kita,” tutupnya.
Sebagai informasi, WPFD diproklamasikan oleh Majelis Umum PBB tahun 1993, menyusul adanya rekomendasi soal ini diadopsi dalam Sidang ke-26 Konferensi Umum UNESCO pada tahun 1991.
Rekomendasi dan sidang ini sebagai respon atas seruan wartawan Afrika yang tahun 1991 menghasilkan Deklarasi Windhoek, yang memuat soal prinsip-prinsip pluralisme dan kemandirian media.