Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 menjadi peluang
berkembang bagi industri layanan hubungan komunikasi masyarakat atau public relations nasional. Faktor yang mendorong industri ini adalah masuknya perusahaan kelas regional dan internasional ke Indonesia.
Sebelum masuk ke Tanah Air. Perusahaan tersebut akan mempelajari kondisi politik dan karakter sosial masyarakat, termasuk budaya yang ada di Indonesia. Caranya adalah bermitra dengan perusahaan public relations nasional dalam melayani klien-klien mereka.
Ketua BPP Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) Agung Laksamana mengatakan, terbukanya MEA 2015 menjadi tantangan para praktisi humas Indonesia untuk meningkatkan kompetensi profesi agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing.
“Praktisi humas harus memaksimalkan kemampuan teknis dan strategis. Kompetensi ini bukan hanya dimiliki oleh praktisi humas swasta, tetapi juga humas dari pemerintahan,” kata Agung pada breakfast forum di Jakarta, Jumat (24/4/2015), dengan topik “Peluang Praktisi PR Indonesia Menghadapi MEA 2015”.
Gaung MEA 2015 yang santer sejak dua tahun lalu. Untuk industri perhotelan isu tersebut sudah tidak ada artinya lagi. Menurut Intan Abdams Kattopo, pelaku hotel sudah mendengar sejak 2-3 tahun lalu, sehingga layanan dan fasilitas hotel sudah disiapkan dengan keinginan tamu-tamu dari regional atau internasional.
“Untuk mencapai pelayanan setaraf hotel-hotel di Asean, industri ini harus meningkatkan capacity building para karyawan dan fasilitas hotel. Agar para tamu dari regional atau internasional mau menginap di hotelnya,” ujar CEO PT Hotel Indonesia Natour itu.
Pada kesempatan yang sama, Arief Budisusilo selaku Chief Editor Bisnis Indonesia mengaku, peran media massa nasional dalam menyambut MEA 2015 belum mendukung secara maksimal. Pasalnya, akses informasi yang disampaikan masih sebatas kulitnya saja.
“Masih banyak informasi yang belum tergali agar pelaku bisnis nasional mengetahui kondisi sesungguhnya. Supaya mereka siap berekspansi ke negara-negara Asean lainnya,” jelasnya.
Hal senada diungkapkan oleh Rektor Universitas Paramadina, Profesor Firmanzah. Menurutnya, pelaku bisnis khususnya industri PR harus mampu menggali potensi-potensi pasar MEA yang besar untuk berekspansi ke negara Asean lainnya.
“Jangan hanya membuat pertahanan di Tanah Air. Untuk mengatasi masuknya perusahaan-perusahaan asing. Tetapi mereka harus bisa membuka usaha juga di negara tetangga,” harap dia.
Sebelum masuk ke Tanah Air. Perusahaan tersebut akan mempelajari kondisi politik dan karakter sosial masyarakat, termasuk budaya yang ada di Indonesia. Caranya adalah bermitra dengan perusahaan public relations nasional dalam melayani klien-klien mereka.
Ketua BPP Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) Agung Laksamana mengatakan, terbukanya MEA 2015 menjadi tantangan para praktisi humas Indonesia untuk meningkatkan kompetensi profesi agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing.
“Praktisi humas harus memaksimalkan kemampuan teknis dan strategis. Kompetensi ini bukan hanya dimiliki oleh praktisi humas swasta, tetapi juga humas dari pemerintahan,” kata Agung pada breakfast forum di Jakarta, Jumat (24/4/2015), dengan topik “Peluang Praktisi PR Indonesia Menghadapi MEA 2015”.
Gaung MEA 2015 yang santer sejak dua tahun lalu. Untuk industri perhotelan isu tersebut sudah tidak ada artinya lagi. Menurut Intan Abdams Kattopo, pelaku hotel sudah mendengar sejak 2-3 tahun lalu, sehingga layanan dan fasilitas hotel sudah disiapkan dengan keinginan tamu-tamu dari regional atau internasional.
“Untuk mencapai pelayanan setaraf hotel-hotel di Asean, industri ini harus meningkatkan capacity building para karyawan dan fasilitas hotel. Agar para tamu dari regional atau internasional mau menginap di hotelnya,” ujar CEO PT Hotel Indonesia Natour itu.
Pada kesempatan yang sama, Arief Budisusilo selaku Chief Editor Bisnis Indonesia mengaku, peran media massa nasional dalam menyambut MEA 2015 belum mendukung secara maksimal. Pasalnya, akses informasi yang disampaikan masih sebatas kulitnya saja.
“Masih banyak informasi yang belum tergali agar pelaku bisnis nasional mengetahui kondisi sesungguhnya. Supaya mereka siap berekspansi ke negara-negara Asean lainnya,” jelasnya.
Hal senada diungkapkan oleh Rektor Universitas Paramadina, Profesor Firmanzah. Menurutnya, pelaku bisnis khususnya industri PR harus mampu menggali potensi-potensi pasar MEA yang besar untuk berekspansi ke negara Asean lainnya.
“Jangan hanya membuat pertahanan di Tanah Air. Untuk mengatasi masuknya perusahaan-perusahaan asing. Tetapi mereka harus bisa membuka usaha juga di negara tetangga,” harap dia.