Komunikasi adalah proses kemitraan dan partisipasi yang didasari pada dialog dua arah, di mana ada pertukaran interaktif dari informasi, ide, teknik dan pengetahuan antara pengirim dan penerima informasi pada pijakan yang sama.
Proses itu dapat meningkatkan pemahaman, pengetahuan bersama, konsensus, dan identifikasi untuk tindakan efektif. Untuk melakukan dialog perlu mengenal fundamental dari komunikasi itu, yaitu:
A = audience = Siapa targetnya?
P = purpose = Apa yang ingin anda capai?
C = content = Apa yang ingin anda komunikasikan?
Selain mengerti arti dan fundamental komunikasi, para humas harus mengembangkan komunikasi yang efektif dengan media. Sebelum melakukannya, para humas perlu mengenal ruang kerja para jurnalis. Yang perlu diperhatikan adalah:
Dalam membangun kerjasama tersebut, para jurnalis memiliki kelebihan dan kekurangan untuk menjalankan komunikasi yang efektif, di antaranya:
PR Corner
Dalam acara PR Corner pada hari Senin (2/3/2015) malam, topic di atas menjadi tema diskusi acara tersebut. Dengan mengangkat tema “Effective Communication with Media” narasumber yang dihadirkan pun dari kalangan media, di antaranya Pemimpin Redaksi MetroTV, Putra Nababan dan Editor in Chief Femina Magazine, Petty S.Fatimah.
Diskusi interaktif ini dapat terlaksana atas kerjasama London School of Public Relations Jakarta dengan stasiun radio Litefm 105.8 Jakarta. Selain offair, acara ini juga dapat anda dengar setiap hari Senin malam, pukul 20.00 sampai 21.00 WIB.
Menurut Putra, bad PR dapat terjadi setiap waktu. Jika kondisi ini menimpa lembaga pemerintahan dan atau swasta, bad PR dapat menjadi momok di media sosial. Hal itu tak bisa dihindari seiring perkembangan teknologi dan pemakainya yang sudah melek teknologi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Petty. Menurutnya, seorang Public Relations (PR) tidak bisa mengontrol bahkan meredam momok yang berkembang di media sosial, meskipun berpotensi untuk tersebar lebih luas lagi.
“Tugas PR dalam kondisi ini adalah harus siap menghadapi dan menjawab komplain dari konsumen secara cepat dan jelas. Kita harus menghargai pendapat komplain tersebut,” kata Petty. “Sebab, PR dan media memiliki tugas dan fungsi masing-masing”.
Dalam menjalin kerjasama, lanjutnya, PR harus memperhatikan kunci media. “PR tidak boleh memaksa kehendaknya kepada media untuk mengikuti kemauannya lebih dari batasan yang dimiliki media,” ucap Petty.
Lalu, bagaimana caranya agar strategi komunikasi PR dapat efektif dengan media? Menurut Petty, pertumbuhan media massa di pasar Indonesia, saat ini jumlahnya sudah sangat crowded.
Populasi media yang sangat banyak itu hanya media segmented saja yang akan bertahan hidup dikemudian hari.
“Jadi PR harus membuat mapping media. Artinya, media apa yang cocok digunakan PR dalam komunikasi efektif. Bahwa tidak semua media dapat digunakan PR untuk mencapai komunikasi efektif itu,” saran Petty.
Proses itu dapat meningkatkan pemahaman, pengetahuan bersama, konsensus, dan identifikasi untuk tindakan efektif. Untuk melakukan dialog perlu mengenal fundamental dari komunikasi itu, yaitu:
A = audience = Siapa targetnya?
P = purpose = Apa yang ingin anda capai?
C = content = Apa yang ingin anda komunikasikan?
Selain mengerti arti dan fundamental komunikasi, para humas harus mengembangkan komunikasi yang efektif dengan media. Sebelum melakukannya, para humas perlu mengenal ruang kerja para jurnalis. Yang perlu diperhatikan adalah:
- Memahami konteks ruang berita.
- Tahu apa yang ingin anda sampaikan.
- Menyuguhkan topik yang menarik dan terkini.
- Akurasi dan kejelasan.
- Aksesibilitas dan
- Memudahkan pekerjaan wartawan.
- Membangun hubungan secara individu.
Dalam membangun kerjasama tersebut, para jurnalis memiliki kelebihan dan kekurangan untuk menjalankan komunikasi yang efektif, di antaranya:
- Menjadi pendukung dalam penyebaran informasi
- Membantu mendapatkan informasi secara efektif
- Menyederhanakan masalah yang kompleks dan menghubungkannya dengan kehidupan masyarakat
- Dapat merusak atau salah menafsirkan pesan yang anda maksud
PR Corner
Dalam acara PR Corner pada hari Senin (2/3/2015) malam, topic di atas menjadi tema diskusi acara tersebut. Dengan mengangkat tema “Effective Communication with Media” narasumber yang dihadirkan pun dari kalangan media, di antaranya Pemimpin Redaksi MetroTV, Putra Nababan dan Editor in Chief Femina Magazine, Petty S.Fatimah.
Diskusi interaktif ini dapat terlaksana atas kerjasama London School of Public Relations Jakarta dengan stasiun radio Litefm 105.8 Jakarta. Selain offair, acara ini juga dapat anda dengar setiap hari Senin malam, pukul 20.00 sampai 21.00 WIB.
Menurut Putra, bad PR dapat terjadi setiap waktu. Jika kondisi ini menimpa lembaga pemerintahan dan atau swasta, bad PR dapat menjadi momok di media sosial. Hal itu tak bisa dihindari seiring perkembangan teknologi dan pemakainya yang sudah melek teknologi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Petty. Menurutnya, seorang Public Relations (PR) tidak bisa mengontrol bahkan meredam momok yang berkembang di media sosial, meskipun berpotensi untuk tersebar lebih luas lagi.
“Tugas PR dalam kondisi ini adalah harus siap menghadapi dan menjawab komplain dari konsumen secara cepat dan jelas. Kita harus menghargai pendapat komplain tersebut,” kata Petty. “Sebab, PR dan media memiliki tugas dan fungsi masing-masing”.
Dalam menjalin kerjasama, lanjutnya, PR harus memperhatikan kunci media. “PR tidak boleh memaksa kehendaknya kepada media untuk mengikuti kemauannya lebih dari batasan yang dimiliki media,” ucap Petty.
Lalu, bagaimana caranya agar strategi komunikasi PR dapat efektif dengan media? Menurut Petty, pertumbuhan media massa di pasar Indonesia, saat ini jumlahnya sudah sangat crowded.
Populasi media yang sangat banyak itu hanya media segmented saja yang akan bertahan hidup dikemudian hari.
“Jadi PR harus membuat mapping media. Artinya, media apa yang cocok digunakan PR dalam komunikasi efektif. Bahwa tidak semua media dapat digunakan PR untuk mencapai komunikasi efektif itu,” saran Petty.