MUSIBAH yang menimpa maskapai Malaysia, AirAsia QZ8501 hari Minggu (28/12/2014) lalu, menjadi berita utama bagi media di Indonesia dan media internasional menutup akhir tahun 2014.
Berbagai komentar dan prediksi jatuhnya maskapai milik taipan asal Malaysia, Tan Sri Anthony Francis Fernandes pun beragam. Salah satunya datang dari Menteri Perhubungan Ignatius Jonan yang menyebut rute Surabaya – Singapura milik AirAsia QZ8501 adalah ilegal.
Namun, Fernandes membantah pernyataan mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia itu. Menurut Fernandes, AirAsia QZ 8501 memiliki ijin terbang rute Surabaya – Singapura pada Minggu, 28 Desember 2014 yang tercatat Otoritas Penerbangan Sipil Singapura atau Civil Aviation Authority of Singapore (CAAS) dalam situs resminya: www.caas.gov.sg.
Komentar penyebab musibah maskapai tadi bukan tujuan dari tulisan ini. Kami ingin menyatakan bahwa perusahaan AirAsia Berhard mengalami Crisis Communication, terutama bagi Indonesia AirAsia.
Gaya Penyelesaian
Dalam meminimalisir crisis communication, kita patut mengacungi jempol kepada CEO AirAsia Tony Fernandes yang terjun langsung ke lapangan. Bahkan, Fernandes rela pulang-pergi, Malaysia – Surabaya untuk mengikuti perkembangan terbaru dari Badan SAR Indonesia atau National Search and Rescue Agency Republic of Indonesia yang melakukan pencarian pesawat dan korban.
Selain itu, kehadiran Tony Fernandes di Surabaya, dapat diartikan sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada keluarga korban dalam memberikan dukungan moral. Cara ini secara tidak langsung diapresiasi oleh keluarga korban dan khalayak umum.
Kedatangan Fernandes ke Surabaya juga memenuhi janjinya yang diucapkan pada hari Selasa (30/12/2014) usai mendampingi Presiden Joko Widodo di Crisis Center Bandara Juanda, Surabaya. “Kami akan penuhi semua kebutuhan keluarga korban dan semua proses penanganan jenazah korban. Kami tidak akan lari dari kewajiban itu,” ucap Fernandes.
Social media, twitter @tonyfernandes dimanfaatkan Fernandes untuk meng-update informasi terbaru pencarian korban dan mencurahkan perasaannya atas musibah pesawat QZ8501.
Ini adalah strategi cerdas, menurut Hamish McLean, profesor komunikasi dari Griffith University, Australia. Menurutnya, Fernandes memahami bahwa media sosial dapat menyimpan reputasi dalam crisis communication.
PR Measurement
Secara teori, para humas dapat menangani crisis communication dengan menggunakan empat langkah PR Measurement atau Mengukur Tahapan Kehumasan, yakni identifikasi masalah, perencanaan, tahap komunikasi, dan evaluasi.
Musibah AirAsia QZ8501, Fernandes langsung pada tahap komunikasi melalui social media yaitu Twitter. Dia terus menginformasikan temuan baru kepada follower-nya, terutama karyawan AirAsia sekaligus memberi dukungan moral terkait musibah ini.
Fernandes juga mengajak karyawan AirAsia dari Jepang dan Malaysia untuk berkunjung ke Surabaya guna memberi dukungan kepada keluarga korban dan menunjukkan bahwa warga Asean dapat saling peduli atas musibah ini.
Tahap identifikasi masalah tidak diperlukan diawal karena sudah jelas masalah yang muncul adalah kecelakaan pesawat yang jatuh di Utara Laut Jawa dekat dengan Selat Karimata, Indonesia.
Namun tahap ini dapat digunakan setelah “black box” ditemukan. Manajemen harus mengungkap masalah yang terjadi di cockpit kepada publik setelah kotak hitam selesai direkam oleh Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Terbukanya informasi kepada publik dapat meminimalisir dan meluruskan komentar-komentar penyebab kecelakaan pesawat yang sudah terlontar di media massa sebelumnya.
Selanjutnya tahap evaluasi. Langkah ini wajib dilakukan perusahaan untuk membangun reputasi positif dalam mempertahankan pangsa pasar penumpang dari Indonesia agar tetap menggunakan AirAsia.
Implementasinya dapat melalui program Corporate Social Responsibility yang bermanfaat bagi keluarga korban dan masyarakat sekitar.
Kesimpulan
Dalam menangani crisis communication, manajemen AirAsia menampilkan ketokohan, yaitu CEO AirAsia Tony Fernandes. Buktinya :
Berbagai komentar dan prediksi jatuhnya maskapai milik taipan asal Malaysia, Tan Sri Anthony Francis Fernandes pun beragam. Salah satunya datang dari Menteri Perhubungan Ignatius Jonan yang menyebut rute Surabaya – Singapura milik AirAsia QZ8501 adalah ilegal.
Namun, Fernandes membantah pernyataan mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia itu. Menurut Fernandes, AirAsia QZ 8501 memiliki ijin terbang rute Surabaya – Singapura pada Minggu, 28 Desember 2014 yang tercatat Otoritas Penerbangan Sipil Singapura atau Civil Aviation Authority of Singapore (CAAS) dalam situs resminya: www.caas.gov.sg.
Komentar penyebab musibah maskapai tadi bukan tujuan dari tulisan ini. Kami ingin menyatakan bahwa perusahaan AirAsia Berhard mengalami Crisis Communication, terutama bagi Indonesia AirAsia.
Gaya Penyelesaian
Dalam meminimalisir crisis communication, kita patut mengacungi jempol kepada CEO AirAsia Tony Fernandes yang terjun langsung ke lapangan. Bahkan, Fernandes rela pulang-pergi, Malaysia – Surabaya untuk mengikuti perkembangan terbaru dari Badan SAR Indonesia atau National Search and Rescue Agency Republic of Indonesia yang melakukan pencarian pesawat dan korban.
Selain itu, kehadiran Tony Fernandes di Surabaya, dapat diartikan sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada keluarga korban dalam memberikan dukungan moral. Cara ini secara tidak langsung diapresiasi oleh keluarga korban dan khalayak umum.
Kedatangan Fernandes ke Surabaya juga memenuhi janjinya yang diucapkan pada hari Selasa (30/12/2014) usai mendampingi Presiden Joko Widodo di Crisis Center Bandara Juanda, Surabaya. “Kami akan penuhi semua kebutuhan keluarga korban dan semua proses penanganan jenazah korban. Kami tidak akan lari dari kewajiban itu,” ucap Fernandes.
Social media, twitter @tonyfernandes dimanfaatkan Fernandes untuk meng-update informasi terbaru pencarian korban dan mencurahkan perasaannya atas musibah pesawat QZ8501.
Ini adalah strategi cerdas, menurut Hamish McLean, profesor komunikasi dari Griffith University, Australia. Menurutnya, Fernandes memahami bahwa media sosial dapat menyimpan reputasi dalam crisis communication.
PR Measurement
Secara teori, para humas dapat menangani crisis communication dengan menggunakan empat langkah PR Measurement atau Mengukur Tahapan Kehumasan, yakni identifikasi masalah, perencanaan, tahap komunikasi, dan evaluasi.
Musibah AirAsia QZ8501, Fernandes langsung pada tahap komunikasi melalui social media yaitu Twitter. Dia terus menginformasikan temuan baru kepada follower-nya, terutama karyawan AirAsia sekaligus memberi dukungan moral terkait musibah ini.
Fernandes juga mengajak karyawan AirAsia dari Jepang dan Malaysia untuk berkunjung ke Surabaya guna memberi dukungan kepada keluarga korban dan menunjukkan bahwa warga Asean dapat saling peduli atas musibah ini.
Tahap identifikasi masalah tidak diperlukan diawal karena sudah jelas masalah yang muncul adalah kecelakaan pesawat yang jatuh di Utara Laut Jawa dekat dengan Selat Karimata, Indonesia.
Namun tahap ini dapat digunakan setelah “black box” ditemukan. Manajemen harus mengungkap masalah yang terjadi di cockpit kepada publik setelah kotak hitam selesai direkam oleh Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Terbukanya informasi kepada publik dapat meminimalisir dan meluruskan komentar-komentar penyebab kecelakaan pesawat yang sudah terlontar di media massa sebelumnya.
Selanjutnya tahap evaluasi. Langkah ini wajib dilakukan perusahaan untuk membangun reputasi positif dalam mempertahankan pangsa pasar penumpang dari Indonesia agar tetap menggunakan AirAsia.
Implementasinya dapat melalui program Corporate Social Responsibility yang bermanfaat bagi keluarga korban dan masyarakat sekitar.
Kesimpulan
Dalam menangani crisis communication, manajemen AirAsia menampilkan ketokohan, yaitu CEO AirAsia Tony Fernandes. Buktinya :
- Turun langsung sehingga bekerja dengan cepat.
- Selalu update informasi terkini melalui social media.
- Pendekatan secara kekeluargaan kepada keluarga korban.
- Kooperatif dengan pihak-pihak terkait.
- Bertanggung jawab terhadap biaya asuransi dan operasional.
- Mengakui adanya kesalahan dalam manajemen.