KELOMPOK pengawas media, Reporters Without Borders (RWB) dalam evaluasi tahunan kebebasan pers dunia, Kamis (12/2), meliris bahwa kebebasan pers di seluruh dunia mengalami penurunan drastis.
Penurunan tersebut disebabkan oleh aksi-aksi kelompok ekstremis seperti Negara Islam (NI) dan Boko Haram.
“Secara keseluruhan terjadi penurunan drastis karena berbagai faktor, seperti perang informasi dan aksi-aksi dari kelompok non-negara yang bertindak seperti penguasa berita,” ujar Christophe Deloire, ketua lembaga berbasis di Paris, Prancis.
Indeks Kebebasan Pers Dunia 2015 dari RWB menyatakan, kekerasan terhadap kebebasan informasi pada 2014 di 180 negara dan teritori naik 8% dibandingkan 2013.
Semua pihak yang terlibat konflik di Timur Tengah dan Ukraina melancarkan perang informasi menakutkan. Awak media menjadi target langsung pembunuhan, penangkapan atau tekanan untuk menyebarluaskan propaganda.
“Kelompok NI yang aktif di Suriah dan Irak, Boko Haram di utara Nigeria serta Kamerun, dan organisasi-organisasi kriminal di Italia, serta Amerika Latin. Semuanya menggunakan ketakutan dan pembalasan untuk membungkam jurnalis serta blogger yang berani melakukan investigasi atau menolak bertindak sebagai corong mereka,” tutur lembaga Reporters Sans Frontières (RSF) itu.
Wilayah Afrika Utara dan Timteng, disebutkan mengandung lubang-lubang hitam yakni wilayah yang dikuasai oleh kelompok-kelompok non-negara dan tidak memiliki independensi informasi.
Kriminalisasi fitnah membahayakan kebebasan informasi di sekitar paruh dari negara-negara di dunia. Kalangan ekstremis agama terkadang juga menyasar para jurnalis atau blogger bilamana diyakini kurang menghargai Tuhan atau Rasulnya.
Daftar peringkat RWB 2015 itu menempatkan Iran, Tiongkok, Suriah, dan Korea Utara (Korut) sebagai negara yang terendah tingkat kebebasan persnya dari 180 negara serta teritori yang dievaluasi.
Sementara itu, represi terhadap jurnalis di Ukraina - sepanjang pemberontakan awal 2014 terhadap presiden pro-Rusia- dan di Turki – sepanjang aksi-aksi demonstrasi antipemerintah – membuat kedua negara itu berada di urutan bawah.
Adapun tindakan polisi terhadap para pemrotes pro demokrasi di Hong Kong membuat peringkat teritori ini melorot ke posisi 70.
Negara-negara yang kebebasan persnya dianggap terbaik adalah dari Eropa Utara, yakni Finlandia, Norwegia, Denmark, Belanda, Swedia. Sedangkan Selandia Baru, Kanada, dan Jamaika melengkapi peringkat 10 terbaik.
Amerika Serikat (AS) berada di peringkat 49 atau turun tiga tingkat yang disebabkan perang terhadap informasi oleh pemerintahanya terhadap Wikileaks dan lainnya.
Untuk peringkat Rusia turun ke posisi 152 setelah memperkenalkan serangkaian undang-undang (UU) yang dianggap keras, seperti memblokir sejumlah laman internet dan ketiadaan media yang independen.
“Kebebasan pers mengalami kemunduran di seluruh lima benua. Indikator-indikator yang kami miliki tak dapat dipersoalkan,” kata RWB.
Investor daily, 13 February 2015
Penurunan tersebut disebabkan oleh aksi-aksi kelompok ekstremis seperti Negara Islam (NI) dan Boko Haram.
“Secara keseluruhan terjadi penurunan drastis karena berbagai faktor, seperti perang informasi dan aksi-aksi dari kelompok non-negara yang bertindak seperti penguasa berita,” ujar Christophe Deloire, ketua lembaga berbasis di Paris, Prancis.
Indeks Kebebasan Pers Dunia 2015 dari RWB menyatakan, kekerasan terhadap kebebasan informasi pada 2014 di 180 negara dan teritori naik 8% dibandingkan 2013.
Semua pihak yang terlibat konflik di Timur Tengah dan Ukraina melancarkan perang informasi menakutkan. Awak media menjadi target langsung pembunuhan, penangkapan atau tekanan untuk menyebarluaskan propaganda.
“Kelompok NI yang aktif di Suriah dan Irak, Boko Haram di utara Nigeria serta Kamerun, dan organisasi-organisasi kriminal di Italia, serta Amerika Latin. Semuanya menggunakan ketakutan dan pembalasan untuk membungkam jurnalis serta blogger yang berani melakukan investigasi atau menolak bertindak sebagai corong mereka,” tutur lembaga Reporters Sans Frontières (RSF) itu.
Wilayah Afrika Utara dan Timteng, disebutkan mengandung lubang-lubang hitam yakni wilayah yang dikuasai oleh kelompok-kelompok non-negara dan tidak memiliki independensi informasi.
Kriminalisasi fitnah membahayakan kebebasan informasi di sekitar paruh dari negara-negara di dunia. Kalangan ekstremis agama terkadang juga menyasar para jurnalis atau blogger bilamana diyakini kurang menghargai Tuhan atau Rasulnya.
Daftar peringkat RWB 2015 itu menempatkan Iran, Tiongkok, Suriah, dan Korea Utara (Korut) sebagai negara yang terendah tingkat kebebasan persnya dari 180 negara serta teritori yang dievaluasi.
Sementara itu, represi terhadap jurnalis di Ukraina - sepanjang pemberontakan awal 2014 terhadap presiden pro-Rusia- dan di Turki – sepanjang aksi-aksi demonstrasi antipemerintah – membuat kedua negara itu berada di urutan bawah.
Adapun tindakan polisi terhadap para pemrotes pro demokrasi di Hong Kong membuat peringkat teritori ini melorot ke posisi 70.
Negara-negara yang kebebasan persnya dianggap terbaik adalah dari Eropa Utara, yakni Finlandia, Norwegia, Denmark, Belanda, Swedia. Sedangkan Selandia Baru, Kanada, dan Jamaika melengkapi peringkat 10 terbaik.
Amerika Serikat (AS) berada di peringkat 49 atau turun tiga tingkat yang disebabkan perang terhadap informasi oleh pemerintahanya terhadap Wikileaks dan lainnya.
Untuk peringkat Rusia turun ke posisi 152 setelah memperkenalkan serangkaian undang-undang (UU) yang dianggap keras, seperti memblokir sejumlah laman internet dan ketiadaan media yang independen.
“Kebebasan pers mengalami kemunduran di seluruh lima benua. Indikator-indikator yang kami miliki tak dapat dipersoalkan,” kata RWB.
Investor daily, 13 February 2015