Ini sebuah pertanyaan wajar. Tentu, tidak salah bila kita mengukurnya, berdasarkan sudut pandang untung dan rugi (perspektif ekonomi).
Dalam kaitan ini, Prita Kemal Gani, Ketua Umum PERHUMAS periode 2011-2014, ingin membagi pemikiran mengenai pemahaman tentang capital (modal) dari kacamata lain yang bisa menjadi titik tolak untuk memaknai sebuah organisasi profesi.
Ia menggunakan pemikiran F. Piere Bourdieu, Filsuf Perancis abad ke-20. Bourdieu menjelaskan makna modal, lebih luas dari kacamata ekonomi. Ada empat jenis modal sehingga memungkinkan seseorang bisa berhasil dalam hidup. Kepemilikan modal itu pulalah yang bisa membedakan orang gagal dan orang sukses.
Pertama, modal ekonomi. Ini terwujud dalam bentuk barang, uang atau harta lainnya. Seiring dengan kemajuan zaman, ternyata modal ekonomi tidak cukup membuat seseorang mampu mengatasi persoalan zaman. Karenanya, mereka membutuhkan modal kedua yaitu modal budaya (cultural capital).
Dalam kaitan ini, Prita Kemal Gani, Ketua Umum PERHUMAS periode 2011-2014, ingin membagi pemikiran mengenai pemahaman tentang capital (modal) dari kacamata lain yang bisa menjadi titik tolak untuk memaknai sebuah organisasi profesi.
Ia menggunakan pemikiran F. Piere Bourdieu, Filsuf Perancis abad ke-20. Bourdieu menjelaskan makna modal, lebih luas dari kacamata ekonomi. Ada empat jenis modal sehingga memungkinkan seseorang bisa berhasil dalam hidup. Kepemilikan modal itu pulalah yang bisa membedakan orang gagal dan orang sukses.
Pertama, modal ekonomi. Ini terwujud dalam bentuk barang, uang atau harta lainnya. Seiring dengan kemajuan zaman, ternyata modal ekonomi tidak cukup membuat seseorang mampu mengatasi persoalan zaman. Karenanya, mereka membutuhkan modal kedua yaitu modal budaya (cultural capital).
Modal ini terwujud dalam berbagai bentuk, mulai dari penguasaan bahasa, cara berbicara hingga kepada kepemilikan hal-hal yang berkaitan dengan lambang intelektualitas (ijazah).
Sehingga gelar akademik, berikut ijazah yang diperoleh dari aktivitas akademis, merupakan contoh pemerolehan modal budaya.
Berbagai sertifikat yang diraih melalui pelatihan, memperkuat kepemilikan modal budaya seseorang.
Pemilikan kedua modal tersebut - ekonomi, budaya - tentu akan membuat seseorang bisa hidup secara wajar alias aman-aman saja.
Pemilikan kedua modal tersebut - ekonomi, budaya - tentu akan membuat seseorang bisa hidup secara wajar alias aman-aman saja.
Namun tantangan yang dihadapi, kerapkali muncul secara tidak wajar, bahkan tidak bisa diperkirakan. Karena itu, sangat diperlukan modal ketiga yang disebut social capital (modal sosial).
Modal sosial ini bisa mewujud dalam bentuk praktis atau terlembagakan. Dalam bentuk praktis, modal sosial didasarkan pada hubungan pertemanan ataupun relasi lainnya.
Modal sosial ini bisa mewujud dalam bentuk praktis atau terlembagakan. Dalam bentuk praktis, modal sosial didasarkan pada hubungan pertemanan ataupun relasi lainnya.
Sedangkan dalam bentuk terlembagakan, modal sosial mewujud dalam keanggotaan dalam suatu kelompok yang relatif terikat, misalkan saja dalam organisasi.
Pertemanan, relasi serta keanggotaan dalam setiap organisasi, dan sebagainya itu, merupakan jalan untuk membangun modal sosial. Kebutuhan akan social capital mendorong orang membentuk dan bergabung dengan berbagai organisasi profesi, sosial atau apapun.
Keempat, modal simbolik (symbolic capital). Modal ini sangat berkaitan erat dengan pengakuan dan otoritas. Modal simbolik merupakan akumulasi kehormatan (reputasi) dan penghargaan yang dimiliki seseorang.
Pertemanan, relasi serta keanggotaan dalam setiap organisasi, dan sebagainya itu, merupakan jalan untuk membangun modal sosial. Kebutuhan akan social capital mendorong orang membentuk dan bergabung dengan berbagai organisasi profesi, sosial atau apapun.
Keempat, modal simbolik (symbolic capital). Modal ini sangat berkaitan erat dengan pengakuan dan otoritas. Modal simbolik merupakan akumulasi kehormatan (reputasi) dan penghargaan yang dimiliki seseorang.
Modal itu merupakan penghargaan dan otoritas yang pada akhirnya dimiliki oleh pelaku sosial yang telah memiliki ketiga bentuk kapital lain pada tingkat tertentu. Tentu, ini membutuhkan waktu dan proses panjang.
Prita menyatakan, sebenarnya praktisi humas tanpa sadar sudah membangun dan mengumpulkan berbagai modal ini. Bila kita kembali pada pertanyaan awal: apa untungnya bergabung dengan sebuah organisasi profesi semisal PERHUMAS?
“Jawabannya kiranya jelas. Organisasi profesi memungkinkan kita membangun dan memupuk modal social,” jelasnya.
Prita menyatakan, sebenarnya praktisi humas tanpa sadar sudah membangun dan mengumpulkan berbagai modal ini. Bila kita kembali pada pertanyaan awal: apa untungnya bergabung dengan sebuah organisasi profesi semisal PERHUMAS?
“Jawabannya kiranya jelas. Organisasi profesi memungkinkan kita membangun dan memupuk modal social,” jelasnya.